Yayasan Perguruan Al-Irsyad Surabaya (YPAS). Menjadikan Sekolah Al-Irsyad Sebagai Agen Perubahan Masyarakat  read more

Merdeka Berjuang

Oleh

Ernis Kurnia Puspasari, S.Pd

 

"Srek..srek.."suara langkah menyeret yg khas.."sreeet" Dhika sigap menyetel Hp mode kamera on."cekrek..cekrek.."entah berapa kali jepretan diambil dengan obyek kakek yang sedang memanggul karung berjalan dengan langkah tertatih dan menyeret.Meski dari balik daun pepohonan tapi Dhika masih bisa mengambil foto dengan angle yang bagus.Jemarinya berhenti menjepret setelah kakek itu membuka pintu rumah yang sangat sederhana dan menghilang dibalik pintu.Dhika menghempaskan tubuhnya direrumputan tempat dia bersembunyi

"Alhamdulillah..akhirnya kutemukan juga tempat tinggal kakek itu"gumam Dhika sembari melihat - lihat lagi hasil foto fotonya.

"Oke,cukup untuk hari ini"gumam Dhika sembari menyimpan ponsel dalam saku kemejanya,berdiri menyandang tas ransel dan segera beranjak pergi dari tempat persembunyiannya.

 

Dhika merebahkan tubuhnya dikasur empuk kamarnya,dengan berbantal kedua tangan matanya merawang kelangit langit kamar.

"Ciiit" suara rem yang bergesekan dengan aspal jalanan itu membuat Dhika yang sedang berdiri didepan kampus terlonjak,hampir saja motor itu menabrak seorang kakek yang sedang berdiri membungkuk menata mainan dagangannya yang digelar ditepi jalan.

Dhika ingin sekali menghampiri pemotor itu tapi terlambat karena pemotor itu segera berlalu dengan menggeber motornya ugal ugalan.Dhika melihat sang kakek pedagang itu hanya menggeleng gelengkan kepalanya dan tersenyum pada pemotor yg hampir saja mencelakainya,Dhika ingin menghampiri kakek itu tapi setelah melirik jam tangannya,Dhika ingat kalau 5 menit lagi ada jam kuliah,Dhika menengok kembali kakek itu untuk memastikan bahwa beliau baik baik saja kemudian berlalu masuk kampus untuk kuliah.

Semenjak kejadian itu Dhika jadi sering memperhatikan kakek penjual mainan itu dari seberang kampusnya,entahlah Dhika begitu penasaran dengan kakek itu,karena dalam pengamatannya kakek itu seringkali mengelus elus mainan tembak tembakan dagangannya,mainan itu terbuat dari gabus seperti home made bukan buatan pabrik,tidak hanya mengelus tapi juga melakukan gerakan seolah olah sedang mengokang senjata.Dhika pernah melihat kakek itu juga menghampiri seorang anggota TNI berpakaian doreng yang sedang melintas lalu memeluknya, berbincang bincang dan kemudian sang bapak TNI terlihat mengusap dan memeluk sang kakek yang sesenggukan.Pernah juga Dhika memergoki kakek itu mendongak lama menatap bendera yang berkibar kibar dipinggir jalan,kemudian dia mengusap usap matanya.Dhika juga pernah memperhatikan kakek itu berdiri tegak dibalik pagar kampusnya saat ada upacara berlangsung dikampusnya.kakek juga ikut hormat bendera saat peserta upacara melakukan gerakan hormat bendera.Dhika memotret semua kejadian itu.

Aah.. Dhika mengusap wajahnya bayangan tentang pertemuan dengan kakek itu mengusiknya hingga membuat Dhika ingin mengenal kakek itu lebih dalam.Dhika memang ingin sekali menghampiri beliau saat berdagang, tapi Dhika selalu tak punya kesempatan, jadwal kuliah dan kegiatan organisasi yang padat membuat Dhika tak banyak punya waktu luang, Saat ada waktu sang kakek sudah pulang.

Suatu sore Dhika membuntuti kakek itu saat pulang dan bersembunyi dibalik daun pepohonan untuk mengetahui rumahnya. Besok hari Minggu Dhika akan mendatangi rumah kakek itu,karena biasanya hari minggu kakek libur jualan.

Sinar mentari bersinar hangat,ditingkahi cuit cuit burung yang bernyanyi,beterbangan kesana kemari dengan ceria bercanda dengan teman temannya,seolah olah menyerukan pada manusia untuk selalu bahagia dan bersyukur atas segala nikmat Allah SWT sang Pencipta.

Dhika melangkahkan kakinya perlahan dan berhati hati,Jalan yang sempit berdempetan dengan sungai yang penuh sampah membuatnya menutup hidung.

Dhika menghela napas dan berhenti didepan pintu yang terbuka sedikit.

"Assalamualaikum..Permisi.." ucap Dhika dan langsung berbalas salam dengan suara serak dari dalam rumah"Waalaikumsalam"

"Cari siapa nak?"tanya kakek sang pemilik rumah dibalik pintu

"Saya Dhika kek,mau bertemu dengan kakek, saya sering melihat kakek berjualan diseberang kampus saya" jawab Dhika yang sempat bingung mau bilang apa.

"Ooh..iya ya..mari masuk" kata kakek sambil membuka pintu lebih lebar.

"Duduk dulu nak" kakek mempersilahkan.

Dhika perlahan duduk dikursi kayu yang sudah usang dengan mata yang menyapu dinding rumah,mulutnya ternganga saat melihat banyak tanda jasa,foto foto,dan kopiah oranye veteran."Maaf y nak rumahnya sederhana banget, dan maaf kakek sengaja memasang semuanya karena kakek ingin selalu mengingat masa masa indah itu" ujar kakek seolah paham dengan ekspresi Dhika.

"Ooh maaf kek,saya justru terpesona melihatnya,keren banget kek" jawab Dhika

"Hanya itu yang bisa kakek kenang nak"

"Hmmm..anak muda ini ada keperluan apa sama kakek?" Tanya kakek dengan wajah teduh dan tersenyum.

"Hmmm..maaf kek,saya kuliah dikampus MERDEKA, seberang kakek berjualan mainan,mohon maaf saya sering memperhatikan kakek dan memfoto kakek,karena saya terkesan dengan kakek,mohon maaf ya kek" Dhika berhati hati dalam kalimat kalimatnya sambil menatap mata kakek dengan lembut.

"Apa yang membuatmu terkesan nak?" Tanya kakek sambil tersenyum ramah.

"Hmmm..mohon maaf bahkan saya belum tahu nama kakek"

"Nama saya ini artinya bagus nak,hanya saja sudah kuno" ucap sang kakek sambil terkekeh menampakkan deretan giginya yang hanya tinggal beberapa saja,tapi meski begitu guratan ketampanan masih tergambar diwajah teduhnya.

"Lha kakek bisa saja,tidak apa apa kuno kek,yang penting artinya bagus" Dhika menimpali dengan tertawa sopan,tidak menyangka sang kakek punya selera humor juga.

"Nama kakek Panut nak Dhika" jawab kakek sambil tersenyum.

"Ooh kakek Panut..saya terkesan sama kakek karena ini kek" ucap Dhika sambil menggeser duduknya mendekat pada kakek,Dhika menunjukkan beberapa foto dengan obyek kakek Panut

Mata kakek berkaca kaca dan buliran buliran bening tak terasa menetes dipipi kakek.

"Maaf kek,Dhika tidak bermaksud.."belum selesai Dhika bicara kakek sudah memotong."Terimakasih foto fotonya nak,kakek memang begitu orangnya,kakek tak pernah lupa semua cerita di masa lalu,mata kakek menerawang dan dari mulutnya mulai mengalir cerita

Kilatan api yang menyambar nyambar,teriakan takbir,teriakan kesakitan dan suara bising tembakan bersahutan,Panut muda bersembunyi dibalik tumpukan karung yang disusun untuk tempat perlindungan,senjatanya diarahkan kearah penjajah sembari berteriak agar teman temannya berlindung dan membawa temannya yang terluka keluar dari medan pertempuran,dengan tetap fokus menembak Panut muda berlari menjauh untuk mundur dari medan pertempuran kembali ke posko bersama teman temannya" Dorrrr" suara tembakan bersambut dengan teriakan kesakitan Panut muda karena telapak kakinya tertembak penjajah,bersyukur teman-temannya segera menyeretnya dan memapah menyelamatkannya,kakinya dirawat belum sembuh benar masih dengan kaki yang dibebat kain.Panut muda dengan gagah berani maju kembali ke medan perang,peristiwa itu yang membuat kakinya harus berjalan menyeret sampai sekarang.Kakek bercerita setelah melihat foto saat dia mengelus elus tembak mainan yang dijualnya.

Kakek juga selalu senang dan bangga bahkan terharu saat melihat bapak bapak dengan pakaian doreng,terlihat gagah seperti kakek dulu,kalau sekarang sudah bungkuk hehhehe" kakek bercerita dengan tertawa memegang punggungnya yang langsung disambut Dhika dengan mengelus elusnya.Dipundak mereka lah sekarang nasib bangsa ini karena mereka abdi negara yang harus selalu ada digaris terdepan untuk kedaulatan bangsa. Begitu cerita kakek saat melihat foto fotonya dengan sang bapak TNI.Pertempuran demi pertempuran telah dilalui dengan gagah berani,berbagai bintang jasa Panut muda terima,bukan itu yang membuatnya bahagia tapi pekik proklamasi kemerdekaaan yang membuatnya sangat bahagia dan bersujud syukur mendengar lagu Indonesia Raya dikumandangkan dan Bendera merah putih yang dikibarkan tanpa sembunyi sembunyi lagi itu yang membuatnya sampai sekarang selalu terharu jika melihat bendera dikibarkan dan jika melihat upacara bendera.

"Begitulah nak,kakek bersyukur pernah menjadi bagian dari perjuangan kemerdekaan Indonesia, iya kakek dulu seorang pejuang, seorang veteran, kakek masih sehat,masih diberi umur panjang, kakek masih kuat berjuang,jadi kakek berjuang mengisi kemerdekaan ini dengan berjualan mainan,karena setiap kakek melihat anak anak kecil yang lewat atau yang membeli mainan kakek, kakek tersenyum dan berdoa untuk mereka agar tidak mudah menyerah berjuang untuk menggapai cita cita sebagai generasi muda penerus perjuangan bangsa yang kelak bisa mengangkat derajat bangsa Indonesia menjadi negara maju sejahtera yang disegani bangsa bangsa di seluruh dunia" kakek Panut menyeka air matanya, begitu juga Dhika."Dan kamu juga nak Dhika,ajaklah teman temanmu agar menjadi pejuang sejati yang tidak mudah menyerah,ditanganmulah wahai anak muda nasib bangsa ini disematkan" kakek Panut menepuk nepuk pundak dhika, Dhika memeluk kakek Panut, dalam hatinya Dhika berjanji akan memperjuangkan nasib kakek Panut dan teman temannya sebagai veteran dan memperjuangkan nasib bangsa ini dengan teman temannya mahasiswa generasi penerus bangsa.Terimakasih kakek Panut yang sudah menginspirasi,sesuai namamu Panut,engkau memang layak menjadi Panutan,dan sesuai nama yang disematkan orangtuaku untukku yaitu Mahardhika yang artinya kemerdekaan, maka beruntungnya aku seorang yang mendapatkan panutan kemerdekaan.

 

Sejatinya perjuangan itu tidak pernah berhenti,kalau dulu kita berjuang meraih kemerdekaaan,sekarang kita berjuang mengisi kemerdekaan,jangan pernah menyerah,Raihlah cita citamu dengan berjuang,berjuang untuk hidup bermanfaat untuk sesama,Hablumminallah dan Hablumminnaas dimanapun kita apapun profesi kita,kita semua sedang berjuang dengan cita cita kita masing masing,tetapi satu tujuan untuk masa depan bangsa.itulah yang dinamakan merdeka berjuang.

Read more...
Subscribe to this RSS feed