Guru adalah sosok yang mulia. Betapa mulianya guru, sampai-sampai para sastrawan menyejajarkan kedudukan guru dengan kemulian para rasul. Para guru dan rasul sama-sama mengajarkan kebaikan dan misi mengenalkan manusia kepada Tuhan yang haq untuk disembah.
Kemuliaan guru inilah kemudian punya konsekuensi tidak semua orang bisa jadi guru. Hanya orang yang berilmu dan berakhlak mulia yang pantas menjadi guru.
Karena kedudukan inilah maka seorang guru punya adab-adab yang berbeda dengan profesi lainnya. Seorang guru punya kemuliaan yang berbeda dengan kelompok masyarakat secara umum.
Adab seorang guru menuntut guru untuk menjaga marwah-nya agar dia tetap menjadi sosok yang mulia di hadapan murid, wali murid dan di hadapan masyarakat sekitarnya.
Ada beberapa hal yang sebenarnya pantas dilakukan orang umum, namun tidak pantas bagi guru.
Ada hal-hal tertentu yang hanya pantas bagi orang lain namun tidak layak bagi seorang guru. Ini karena mulianya sosok seorang guru.
- Tak pantas guru bertransaksi dengan murid/wali murid
Transaksi merupakan bukti manusia adalah makhluk sosial. Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk hidup bersosial sehari-hari. Ada transaksi jual beli, utang-piutang, pinjam-meminjam, sewa, dsb.
Bagi orang kebanyakan, sah saja jika mau transaksi satu sama lain. Ada transaksi antara orang berbeda suku, beda agama, beda negara dll. Asalkan transaksi itu legal dan halal, bukan produk ilegal atau haram.
Namun, tidak pantas jika guru melakukan transaksi dengan muridnya dan/atau walimurid. Karena, ini akan rentan menimbulkan konflik kepentingan antara guru dengan murid/walimurid. Bertransaksi saja dianggap kurang pantas, apalagi sampai setengah memaksa menawarkan dagangan.
Akan menimbulkan kecemburuan di antara murid/walimurid lain yang tidak saling bertransaksi. Transaksi guru & murid/walimurid-nya juga rawan memunculkan sikap canggung di kemudian hari. Apalagi jika terjadi wanprestasi dari salah satu pihak.
Apakah guru tak boleh bertransaksi sama sekali? Boleh saja namun sebisa mungkin tidak dengan muridnya/walimuridnya. Boleh saja dengan orang luar atau pihak lain di luar lingkaran murid/walimurid.
Kalau memang sangat urgen, maka bisa saja transaksi dengan alumni ketika sudah sama-sama menjadi warga negara dewasa dan saling menjaga amanah.
- Tidak pantas guru meminta barang dan/atau jasa kepada murid dan/atau walimurid
Dalam hubungan sosial, sudah lazim untuk saling meminta bantuan. Karena manusia memang hidup di tengah masyarakat.
Namun adab seorang guru terhadap murid antara lain tidak gampang-gampang meminta barang kepada murid termasuk ke walimurid.
Karena, guru itu idealnya adalah memberi, bukan meminta. Memberi ilmu, memberi pelajaran, memberi hikmah, memberi teladan yang baik, dan masih banyak lainnya.
Jika memang harus meminta sesuatu, yang bijaksana adalah meminta kepada selain murid atau selain keluarga murid.
Dengan demikian, guru akan lebih berwibawa di hadapan murid dan keluarganya. Karena marwah guru itulah yang akan masuk ke hati para muridnya dan menjadi teladan sepanjang hayat para muridnya.
- Tidak pantas guru menerima hadiah dari murid/walimurid tanpa seizin kepala sekolah atau pimpinan sekolah
Kini wisuda kelulusan tidak hanya dimonopoli perguruan tinggi, namun jenjang mulai Taman Kanak-kanak hingga SMA pun menyelenggarakan acara wisuda.
Dalam acara kelulusan, acapkali para walimurid bersama-sama untuk menyerahkan bingkisan atau hadiah kepada para guru. Ada yang tiap walimurid memberi guru wali kelas masing-masing, ada yang secara kolektif menyerahkan hadiah tertentu.
Tak sedikit pula, pemberian hadiah diserahkan walimurid kepada guru ketika murid yang dimaksud sedang ulang tahun atau syukuran. Hal ini cukup sering ditemui.
Namun, sejatinya kebiasaan ini tidak boleh dibiarkan tanpa aturan yang baku dari kepala sekolah atau pimpinan sekolah. Seyogyanya pemberian hadiah dari walimurid harus seizin pimpinan sekolah dan diatur distribusinya oleh pimpinan sekolah.
Ini semua demi menjaga kewibawaan guru di hadapan murid dan keluarganya. Jangan sampai hadiah-hadiah itu membuat para guru tidak objektif ketika memberi penilaian hasil ujian sekolah atau hasil assessment siswa.
Dan jangan sampai murid dan walimurid merasa paling berjasa terhadap guru dan pihak sekolah karena sumbangan/hadiah yang nilainya besar. Atau merasa paling banyak andil karena seringnya memberi sumbangan/hadiah.
Jangan sampai ada walimurid bersikap pongah terhadap guru, KS dan pimpinan sekolah, dikarenakan seringnya memberi sumbangan ke pribadi guru/KS atau ke pihak sekolah.
Apapun jenis hadiah dan sumbangan walimurid kepada pihak sekolah sebatas kerelaan dan diatur secara tegas oleh pimpinan sekolah. Agar masing-masing pihak tetap objektif menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing.
Di beberapa sekolah, hadiah/sumbangan diatur langsung oleh KS atau Yayasan dengan pola yang baku dan resmi, baik dari segi penerimaannya maupun segi distribusinya. Agar lebih tepat sasaran dan agar tidak menimbulkan kecemburuan.
- Ekspos diri di media sosial

Bijak menggunakan media sosial (medsos) wajib bagi segenap warganet. Apatah lagi bagi guru dan dosen. Guru adalah sosok terhormat. Sehingga harus lebih bijak dalam menggunakan medsos.
Jangan sampai urusan pribadi yang tidak relevan dengan tugas gurunya justru tayang di medsos. Jangankan soal tampilan aurat atau privasi, soal makan, minum, menerima pemberian (hadiah), sampai membeli sesuatu pun jangan sampai terlalu terekspos di medsos.
Jangan sampai marwah guru jatuh karena terlalu ekspos urusan pribadi di medsos.
Bagi orang bijak seperti guru, medsos itu sangat berguna untuk tiga keperluan saja:
- cari ilmu,
- cari teman
- cari pahala.
Untuk profesi pebisnis, ada satu tambahan: cari penghasilan. Jika ada guru punya sambilan bisnis, sah-sah saja untuk memuat bisnisnya selama tidak tendesius ditujukan ke walimurid atau murid. Semua itu demi menjaga kemuliaan guru itu sendiri.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Oki Aryono
Editor: Fitriya Zulianik, M.A. Guru SMK Al Irsyad Surabaya