SEMARAK LOMBA KEMERDEKAAN
By : Dylan Hakka
Di sore hari, tanggal 14 Agustus 2017. Aku dan dua temanku, Rizki dan Bisma sedang bermain di belakang rumah kami.“Oiya rek, kalian sudah daftar lomba buat tanggal 17 besok ta?” ucap Rizki. Bisma dan Aku sekejap saling menatap, kebingungan akan apa yang disampaikan oleh Rizki. Bisma pun berkata, ”Lomba tanggal 17?” “Iya, kan habis upacara, Pak Ali dan Pak Galih mau mengadakan macam-macam lomba buat warga sekitar.” sahut Rizki. Aku berkata, “Bukannya lomba-lomba buat remaja sama orangtua aja ya?”, Rizki menjawab, “Enggak, katanya ada lomba buat anak-anak juga, misalkan lomba menghafalkan Pancasila, sama lomba campuran yang bisa diikuti semua kalangan, lomba estafet karet misalkan.”, Bisma pun bertanya lagi, “Emang lomba buat anak-anak cuma menghafal Pancasila doang?” “Enggak tau, tapi setahuku cuma itu aja sih, gimana kalo kita nanya sama Pak Ali?” Rizki menyarankan. “Ya sudah ayo kita ke Pak Ali daripada bingung sendiri.” Kataku. Kami bertiga pun berinisiatif untuk pergi ke rumah Pak Ali. Tepat setelah kami berada di depan rumah Pak Ali dan hendak menyalakan bel rumahnya, Pak Ali pun tiba-tiba datang dari belakang dengan sepeda motornya. “Assalamualaikum, kalian ada perlu apa ke rumah saya sore-sore begini?” ujar Pak Ali selagi mematikan sepeda motornya dan membawa barang belanjaan berupa baju merah putih. “Waalaikumussalam, Begini pak, Saya, Bisma dan Dylan mau daftar lomba, kira-kira bisa dijelaskan tidak pak mengenai lomba apa saja yang bisa kami ikuti dan pelaksanaannya?”, kata Rizki dengan sedikit keraguan. Pak Ali pun menjelaskan, “Kalau seumuran kalian ada 2 lomba yang bisa diikuti, yaitu ada menghafalkan Pancasila dan satunya lagi menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.” “Kalau untuk pelaksanaannya, lomba menghafalkan Pancasila dilakukan jam 09.00 – 09.30, pemenangnya adalah yang paling hafal dan bagus dalam melafalkan Pancasila, juga tidak terbata bata dalam mengucapkan.” Pak Ali menegaskan. Bisma lagi-lagi berkata dengan agak bingung, “Kalau untuk lomba menyanyikan Indonesia Raya bagaimana pak?”. Pak Ali pun menjawab,“Untuk menyanyikan Indonesia Raya dilaksanakan sebelum lomba menghafalkan Pancasila, pukul 08.25 – 09.00, kalau untuk juaranya adalah yang paling merdu suaranya dan paling menghayati ketika bernyanyi, juga lirik yang pas dan tepat serta tempo yang sesuai dengan lagunya.” Aku berkata,”Berarti juaranya cuma 1 anak aja pak?” Pak Ali kembali menjawab,”Enggak, nanti bakal diambil 3 juara terbaik dari masing masing lomba.” Selesai untuk menanyakan lomba-lomba, Rizki pun bertanya lagi,”Pendaftarannya ada dimana Pak?” “Kalau mau daftar bilang saya aja, nanti saya juga bilang Pak Galih.” sahut Pak Ali. “Baik Pak, saya sama yang lain akan berpikir dulu di rumah buat lombanya.” kata Rizki seolah sedang buru-buru. Pak Ali kemudian membalas,”Baik Ki kalo gitu, saya juga mau siap siap mandi dan pergi shalat maghrib di musholla, Assalamualaikum.” Kami dengan berbarengan menjawab,”Waalaikumussalam.” Kami pulang ke rumah masing-masing dan mandi sehabis bermain di belakang rumah. Setelah adzan berkumandang, Aku pun segera berganti baju untuk pergi ke musholla belakang rumahku dan mendaftarkan diri untuk mengikuti salah satu lomba. Aku pun berjumpa lagi dengan Rizki dan Bisma, menunggu waktu iqomah. “Kau jadinya ikut apa Lan, menghafal Pancasila atau nyanyi Indonesia Raya?” Tanya Bisma, Aku menjawab,”Aku mungkin ikut menghafal Pancasila, suaraku gak enak buat nyanyi, kalo kamu Bis?” Bisma berkata lagi,”Aku mungkin ikut lomba menyanyikan Indonesia Raya aja, barangkali nanti keterusan jadi penyanyi terkenal.” Rizki tertawa terbahak-bahak akan pernyataan Bisma, Bisma pun sedikit marah mendengar tawaan Rizki,”Udah gak usah nertawain kau, mau ikut lomba apa kau Ki?” Rizki menjawab,”Aku paling ikut lomba estafet karet, biar gak kelamaan.” “Kelamaan apa Ki?” Tanya Bisma. “Ya kelamaan nunggu keputusan juri, kan kalau estafet karet juaranya sudah pasti.” Kata Rizki. Tak terasa iqomah sudah terdengar dan kami bergegas mengambil air wudhu lalu shalat. Disaat jalan pulang Pak Ali pun menyapa kami tentang keputusan mengikuti lomba,”Dylan, Rizki, Bisma sudah menentukan mau ikut lomba apa?” “Sudah Pak, Saya mau ikut lomba menyanyi, kalau Dylan mau ikut lomba menghafal Pancasila.” Sahut Bisma. “Kalau kamu gimana Rizki?” Tanya Pak Ali pada Rizki yang sedang minum air gelas dari dalam masjid. “Saya ikut lomba estafet karet saja Pak.” Ujar Rizki, Pak Ali berkata lagi,”Kalau kamu mau menanya detail dari lomba estafet karet, tanya dengan Pak Galih, beliau yang pegang acaranya.” “Baiklah kalau begitu Saya pulang duluan, Assalamualaikum.” Kata Pak Ali dengan memegang air minum gelas dari dalam masjid, hendak meminumnya. “Waalaikumussalam.” Kami bertiga menjawab, akhirnya kami pun pulang ke rumah masing-masing untuk istirahat sejenak lalu bersiap shalat isya’. Sampai di rumah Aku pun melanjutkan menghafal Pancasila, sangat sulit diawal tapi lama kelamaan terbiasa dengan hafalan tersebut. Sampailah pada tanggal 17 Agustus, setelah upacara kemerdekaan di kantor sebelah rumahku, warga pun beramai-ramai datang ke tempat pelaksanaan lomba. Untuk lomba pertama adalah menyanyikan lagu kebangsaaan Indonesia Raya. Lumayan banyak orang yang mengikuti lombanya, tapi setengah dari waktu yang seharusnya digunakan untuk mendengarkan mereka bernyanyi sudah ku pakai untuk melafalkan lagi Pancasila yang akan di lombakan nanti. Waktu berjalan, lambat laun satu persatu kontestan yang ingin bernyanyi sudah selesai, sudah waktunya untuk lomba berikutnya yaitu lomba menghafal Pancasila. Aku mendapat nomor urut 3, jadi setidaknya aku bisa mendengarkan peserta yang lain melafalkannya terlebih dahulu. “Yaak penampilan yang bagus dari peserta kedua! Selanjutnya adalah penampilan ketiga untuk lomba menghafalkan Pancasila, Ananda Dylan Hakka!” Tak disangka sudah waktunya aku maju ke depan, mendengar namaku disebut di depan orang banyak membuatku gemetar, tapi aku harus bisa memenangkan pertandingan ini. ”Pancasila, 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, 3. Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh…” Aku berhenti sejenak, sedikit lupa akan kalimat yang ingin kuucapkan, aku menghela napas dan mencoba untuk tenang,”Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” “Tepuk tangan semuanya untuk peserta ketiga! Selanjutnya untuk peserta keempat silakan maju kedepan!” Aku bertanya dalam pikiranku apakah aku sudah menyebut semuanya dengan benar. Badanku gemetar dan penuh dengan rasa malu. Apakah aku salah menyebut sila keempat dari dasar negara Indonesia itu? Kepercayaan diriku serasa hangus ketika turun dari panggung. Akan tetapi, melihat Ayah, Ibu, dan kawan-kawanku menyorakiku membuatku semangat kembali. Pikirku, masih ada kesempatan untuk bisa mendapatkan juara. Lomba yang ketiga adalah Lomba Estafet Karet, lomba ini dilakukan oleh 6 orang dan membutuhkan kekompakan serta ketepatan. Para peserta harus berdiri pada garis lurus yang sudah disediakan oleh juri. Setiap peserta akan mendapatkan 1 stik yang harus mereka gigit dengan gigi mereka untuk bisa menyalurkan karet dari ujung stik dan sampai pada peserta terakhir. Kelompok yang paling cepatlah yang akan memenangkan lomba tersebut. Sayang sekali temanku Rizki kalah pada babak final, setidaknya dia sudah melakukan yang terbaik. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.20, acara akan segera selesai. Pada sesi terakhir, akan ada pemilihan juara dan pembagian hadiah kepada para juara tersebut. “Baiklah Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian, tidak ingin membuat acara semakin lama, maka akan segera Saya umumkan, juara pertama untuk lomba menghafal Pancasila adalah…” Badanku merinding mendengar perkataan juri itu, rasa putus asa mulai menyelimuti diriku, sampai juri berkata, “Ananda Dylan Hakka!!” Aku kaget mendengar namaku disebut. Teman-temanku pun menyorakiku dan mengucapkan selamat kepadaku. Aku dan Bisma pun akhirnya naik ke atas panggung untuk penyerahan hadiah, karena dia juga memenangkan kontes menyanyi juara ketiga. Hadiahnya berupa sejumlah buku dan beberapa pensil, tidak banyak tapi patut disyukuri. Kami pun turun dari panggung dengan perasaan bangga dan senang. Walaupun teman kami, Rizki tidak sempat menjadi juara, setidaknya Aku dan kawan-kawanku mendapatkan keseruan dan kesenangan dalam mengikuti lomba ini.